Kamis, 05 April 2007

Sarah HV: One to One Care is the Best

HV: Health Visitor


Selasa lalu Sarah berkunjung ke rumah. Sejak jam 3.15 sampai jam 5.30. PM. Hubungan dengan dia tak sekedar hubungan profesional Health visitor-client. Tapi sudah masuk pada friendship yang special.


Kedatangan Sarah tak banyak memuat item yang harus didiskusikan kecuali, masalah kulit dan hidung Wafa, Muhammad yang sering bosan di sekolah.


Dari diskusi panjang, selalu balik kepada pendidikan anak. Sampai Sarah mengutip 4 pemikir psikologi dan menjelaskan mana-mana yang seusia dengan pandangannya.


Sarah tidak setuju dengan Freud yang melihat hubungan melulu dari sisi seks. Semisal, Ibu yang melajutkan menyusui anak lebih dari 6 bulan melakukannya karena 'kesenangan' personal Ibu. Yaks.


Sarah lebih suka melihat hubungan orangtua-anak sebagai loving-caring relationship.


Sampai pada *dia sering komentar memang* anak-anak yang menurut Sarah sehat secara fisik (minus minor complaints) dan psikologis.


'It is rare that children at their age can be consistent and focus on what they are doing. Children in this country usually easily distracted'....tentang anak-anak yang asyik dengan bacaan...atau mainan mereka.


Sampai pada 'Nursery bagi anak di bawah 3 tahun akan merusak anak'.


Sarah berkata, penelitian menyimpulkan meletakkan anak pada daycare, atau nursery ketika anak masih di bawah usia 3 tahun akan menciptakan anak yang tumbuh dengan rasa tidak aman, dsb.


Anak memerlukan one-to-one care ketika masih kecil. Tidak apa tidak sama Ibu/Bapak, namun anak perlu seseorang yang merawat secara kontinyu, orang yang sama, dengan kasih-sayang. Bukan pengasuhan massal seperti daycare atau nursery.


Tapi, Ibu di UK cenderung memilihkan nurseries karena beberapa alasan. Pertama, lebih murah. Kedua ada kecendrungan untuk jealous pada daycara provider yang one-to-one. Takut, jika anak lebih dekat dengan yang memberikan pengasuhan.


Jadi inget sama kehidupan 2 - 3 tahun belakangan. Beasiswa sudah tidak ada lagi lebih dari 3 tahun ke belakang. Biaya hidup per bulan yang sekitar 550 pound (sekitar 10 jete) harus dicari dengan kerja sambilan. Pertama suami kerja sebagai cleaner di kampus. Gaji 220 pound. Jelas nggak cukup. Saya melamar jadi cleaner di sekolahan. Gaji 304 pound. Masih kurang dikit. Saya mendaftarkan diri sebagai loper koran mingguan. Satu kali sepekan mengantar koran gratis ke tetanga dekat rumah. gaji berkisar 18-23 pound per pekan. Lumayan.


Kerja suami pagi hari, saya mengasuh anak sampai suami pulang dari belajar di kampus. Saya kerja cleaner sore, suami di rumah menunggu anak.


Takdir Allah, tiga pekan setelah memulai kerja cleaner, saya mulai kerja tambahan di sekolah yang sama sebagai lab. technician. Hanya 3 jam per hari + 3 jam cleaning. Sehari kerja 6 jam per hari. Masuk jam 13-ish, pulang jam 7 malem.


Otomatis suami di rumah merawat bayi usia 7 bulan, dan anak 2,5 tahun. Abang sudah masuk nursery


6 bulan rutinitas seperti ini. Menyesakkan juga. Saya susah menghilangkan pikiran bahwa anak-anak tidak bersama Ibunya. Mereka berhak atas asuhan Uminya. Ah, tapi ada Abi. Abi sama cintanya pada mereka.


Tapi, kembali rutin dengan dua kerja part time cleaner, pagi dan sore. Belakangan suami meninggalkan kerja parttime supaya lebih konsen ke tesis. (Kita bisa karena sudah ada tabungan yang akan mencukupi kekurangan per bulan)


Datang Feb 2006 saya diminta kembali ke lab, full time. Di sini kembali terulang proses meninggalkan anak. Kadang kalau ada practical jam pertama, jam 7 sudah keluar rumah. Balik setelah selesai kerja cleaner jam 7 malem. Kadang sehari ada yang kerja sampai 11 jam (!!!), walau juga ada yang rileks, hanya 6 jam.


Mau melepas kerja cleaner, ya gimana, kerja lab hanya sementara. Nggak jelas habisnya kapan. tergantung lab teknisi yang sedang sakit itu. Tapi, no, impossible. Cleaning job dilepas. Dengan demikian saya tinggal kerja pagi sampai sore saja. Masih bisa mengasuh anak pagi dan sore. Mereka sudah sekolah dari jam 9 - 15.15. Wafa saja yang setengah hari.


Walaupun suami yang jadi one to-one care,......still, ada rasa jealous juga....jika kepulangan Abi dari satu tempat disambut heboh....


Umi pulang dari kerja....ah cueeek....Biasa....Umi mah jarang di rumah. Hiks.


Walau semua itu terobati, jika mereka tiba-tiba memeluk dan bilang, 'I miss you Umi. I love you very-very much'.


 


 

16 komentar:

wietski selaludihatimu mengatakan...

membaca tulisan mba imun semakin mengiris-ngiris hatiku aja deh *dilema ibu bekerja* :-(

maimon herawati mengatakan...

Iya, dilema ibu bekerja.
Imun mendengar dari beberapa teman, biaya hidup di Jatinangor nanti sekitar 2,5 jt, all in.
Gaji suami dosen tidak sampai segitu. Insya Allah Imun akan ada bayi lagi nanti. Komitmen kami berdua, selama anak di bawah usia 3 tahun, dia kita pegang penuh. Tiadk diberikan pada sesiapa.
Dengan demikian, selama 3 tahun ke depan, sulit mencari kemungkinan Imun kerja yang profesional.
Kecuali option menerjemah, menulis, mengajar bahasa Inggris yang insya Allah bisa home working base.
Insya Allah, cukup.

maimon herawati mengatakan...

Wiet, coba saja mencari option lain.
Wallahu'alam. Kita ingin memberikan yang terbaik untuk anak.
Imun dan Pak Andri sering diskusi defenisi terbaik itu kira-kira bagaimana.
Kami memilih terbaik yang definisinya mereka bersama salah satu dari kami.
Ada sih option untuk meletakkan under 3 ke daycare. Tapi, melihat yang sudah-sudah (pengalaman orang dsb) kayaknya kok kasihan gitu.
Ya udah. Kita berkorban. Either Pak Andri nggak secepat yang lain selesai Ph.D-nya, atau penghasilan keluarga yang jadi terbatas.
Sama, di Indonesia kita juuga udah sepakat. Tidak apa naik angkot, tidak apa rumah sederhana, atau makanan seadanya. Asal selalu membersamai mereka.
Ada sih gelitikan pikiran, ' I am a UK master degree graduate, have fluent both written and spoken English, have more than average brain *hi hi hi hi, somse ah somse ah,* excellent communication skill.....I can join international company whatever I choose....ha ha ha ha....'
Tapi, ya ....ya gitu deh....

wietski selaludihatimu mengatakan...

iya mbak, aku emang lagi terus muter2 mikirin opsi lain.

Diserahin ke pengasuh juga serem, karena pembantu dan babysitter di jakarta sudah banyak cerita2 serem. Daycare atala sebelumnya hanya berempat dengan 3 kakak pengasuh, makanya aku cukup tenang. Saat ini atala diasuh neneknya dan 2x seminggu dimasukkin ke daycare deket rumah yg juga ga nyampe 10 orang.

Pilihannya emang cari part-timer atau mungkin kerja yg bisa shift gitu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Kerja 8 to 4 itu merepotkan mbak. Rindu tak berujung. Patah hati setiap hari.

maimon herawati mengatakan...

Semoga diberikan solusi sama ALlah ya Wiet. Amiiin.
Mohon kepada Allah supaya anak kita dijaga saat berada dalam pengasuhan yang lain.

Syahid Family mengatakan...

Ingin sharing, waktu sy & suami sama2 kuliah di Jepang dari S1-S3, ketiga anak kami juga masuk nursery,.. alhamdulillah... hal2 yg dikhawatirkan spt hilangnya percaya diri, atau rasa insecure dsb.. tidak kami jumpai. Yg jelas, memang saat anak dijemput kembali ke rmh, kita harus ekstra perhatian, membuat waktu2 bersama mrk jd berkualitas (krn kuantitas tdk kami dapatkan). Insyaallah banyak kemudahan yg didapat. Intanshurulloha yanshurkum wa yutsabit aqdaamakum. Kalau niat imun & suami kuliah/menuntut ilmu adlh utk membantu agama Allah,.. Allah akan memberikan kemudahan & kekuatan insyaallah. Jd kadang yg bagi perhitungan manusia nampaknya akan berefek negatif, ternyata semua itu ditutupi oleh Allah menjadi sesuatu yg positif. Semoga semua urusan Imun sekelg. lancar & mudah...amin

maimon herawati mengatakan...

Makasih Mbak doanya.
Pilihan demikian di UK lebih melihat kondisi general nursery di sini, Mbak. Mungkin kalo di Jepang, lebih aman. Di UK, sering terekspos, nursery assistant yang misalnya nggak qualified, yang anak muda, tak punya pengalaman punya anak, yang abusing.
Muhammad sebenarnya pernah kita masukkan ke nursery yang meraih penghargaan Ofsted. Namun dua kali saya duduk lama di sana (menemani Muhammad sebagai murid baru) saya kaget. Pernah saya ditinggal dalam kelas dengan 20 murid, sendirian, pintu dikunci dari luar. Guru tak ada satupun!
Hey, I am just a stranger. Kalau saya orang jahat? Bagaimana?
Muhammad juga komplain, nggak mau kembali pada hari keempat.
Alasannya, 'Teachernya 'bacakak' sama children'.........bacakak = berkelahi.
Ketika kita tanya lebih jauh, Muhammad memperagakan gurunya di sekolah, 'Sit!! Sit!!'....nyuruh duduk dengan suara membentak gitu.
Ya udahlah, balik ke keadaan semula. Jaga anak di rumah.

Syahid Family mengatakan...

ooh gitu yaa.. masyaallah,... jd kuatir juga yaah ? semoga lancar yaa semuanya.. sy bisa ngertiin gimana 'hebohnya' ber-RT sambil kuliah di negara orang, negara non islam pulak. Tentunya bnyk yg perlu di'jaga' & di'hati2' yaah... Smg baik2 aja yaah.. amin... Oya,.. kami sudah 2 thn yll kembali ke Ind, stlh sblmnya 11 thn tinggal di Jpg. Alhamdulillah banyak sekali pelajaran yg kami dapatkan dr hasil perantauan itu...Smg demikian juga dg Imun & kelg. Insyaallah kondisi anak2 di sana yg menjadi minoritas, akan membuat izzah mrk lebih tangguh.

maimon herawati mengatakan...

Samalah hebohnya dengan keadaan Mbak dulu :-))
Kalau mendidik anak, banyak tantangannya. Tapi, sama juga dengan Mbak, latihan di negeri sini, insya Allah sangat berharga.
Semisal, punya 3 anak, under 7, tanpa penolong di rumah. Insya Allah, di Tanah Air pun tak perlu ada helper :-)
Kuliah dengan dua toddler, satu 4 bulan, satu 2 tahun lebih, alhamdulillah, survive. Intinya, kerja sama dengan suami, dan prioritas kerja :-)
Pelajaran seperti ini tak akan saya dapatkan jika berumah tangga di Indonesia. Mak (almr) selalu sedia setiap saat. Mulai dari pas hamil muda (anak pertama), sampai lahiran, sampai ngasuh anak pertama. Sampai anak usia 4 bulan, saya tidak pernah memandikan anak. Mak semua. Baru mencoba mandiin anak ketika akan berangkat ke UK, di Jakarta.
Belum lagi kerja sama dengan suami yang melahirkan bonding yang kuat. Tak sekedar romantis bulan madu (he he he, Uda Imun nggak romantis sama sekali) namun kebersamaan menjalani perjuangan di sini, itu yang menguatkan ikatan ini.
Involved fully, immersed lah, di mana kalau di Indonesia, dengan harapan ditolong helper, bisa saja suami agak terjarak dari hiruk pikuk rumah tangga. Dengan aktif ganti popok, ikut masak (pas Imun mabok), selama 3 bulan lebih betul-betul jadi househusband (hamil muda Imun agak parah), that's very sweet :-))
Ttg anak-anak, hm, masih penuh perjuangan Mbak. Rasanya, masih ada jenjang yang mestinya sudah mereka tapaki, tapi masih belum terjalani.
Semoga lebih baik. Amiin

Syahid Family mengatakan...

oya,.. atu lagi, panggil saya 'na' aja yaa... ga perlu pake mbak2 segala..^-^

wietski selaludihatimu mengatakan...

iya mbak imun, waktu atala di daycare, dirumah ga ada asisten, juga terasa banget suami jadi lebih involve. alhasil, jadi lebih dekat dengan anak juga. memang kadang-kadang karena ada asisten dirumah, akhirnya suami "tau beres aja" :-) jadi pengen apply keluar juga nih, hehehe :-p

maimon herawati mengatakan...

Ah, jangan.
Mbak aja ya?

maimon herawati mengatakan...

Iya, malah jadi lebih deket.
Nggak sibuk masing2, gitu loh.
Makan kadang masih bisa minta disuapin, hi hi hi.
Rebutan mengelak mengantar seseorang ke toilet.
Biasanya, banyak yang tiba-tiba menjadi 'tak berdaya' kalo ada Abi.
dari yang bisa apa-apa sendiri, tiba-tiba, asli, tak bisa ngapa-ngapain.
Hi hi hi.
Uminya sama saja.
Jadi, Abi, the hero of everyday.

Rahmadiyanti R mengatakan...

aah, imun... perjuanganmu....
semoga ALlah slalu menguatkan ya mun. memberkahi stiap tetes keringat yang imun keluarkan. amiin...

maimon herawati mengatakan...

Amiiin.
Dian juga ya.
Mohon ditolong kami dengan doa.

Rahmadiyanti R mengatakan...

insya ALlah didoain terus mun... *peluk imun erat2*