Jumat, 16 Desember 2016

Anak, Awal Mula dan Korban Terbanyak Konflik Siria

(Tulisan dibuat tahun 2012)


Dimulai karena kemarahan masyarakat kota Daraa akan penangkapan dan penyiksaan 15 anak-anak oleh pihak berwajib….berawal dari pengecatan slogan anti pemerintah oleh anak-anak itu…konflik Siria membesar dan menjatuhkan korban satu demi satu…yang terbanyak, anak-anak.

Siria agak terlambat ‘bergabung’ dengan Arab Spring (Musim Semi Arab/Reformasi). Negeri ini mulai bergolak pada Maret 2011. Demonstran awalnya tidak menuntut pemunduran diri Presiden Bashar Assad. Mereka hanya meminta kebebasan dan kesempatan berpartisipasi politik yang lebih.  Akan tetapi, pihak keamanan merespon demo itu dengan brutal, menembakkan peluru api, menyemburkan gas air mata pada massa, membunuh beberapa orang demosntran. Hampir setiap Jumat siang, demo muncul di kota-kota besar seperti Homs, Hama dan Latakia. Setiap demo itu dihadang keras pihak keamanan.
Kekerasan masuk babak baru di ujung 2011 ketika konflik mulai melibatkan militer. "Saat itu rata-rata 40 orang terbunuh tiap hari. Angka itu terus meningkat, apalagi sejak Liga Arab mengirimkan tim monitor mereka,” jelas Robert M. Damin, ahli pada Lembaga Hubungan Luar Negeri Timur Tengah, seperti yang ditulis Huffington Post.
Grup pro-reformasi bermunculan dan berkoordinasi di bawah payung Free Syrian Army/FSA (Pasukan Pembebasan Siria).  FSA melakukan maneuver perang gerilya melawan militer Siria. Pada Desember 2011 dan Januari 2012, dua bom meledak di ibukota Siria, Damaskus. Pemerintah menuduh Al Qaida di balik serangan itu. FSA balik menyerang bahwa pemerintah sengaja melakukan peledakan untuk menarik simpati masyarakat.
Di tengah konflik yang hampir dua tahun ini, anak-anak menjadi korban yang sering terabaikan. Anak kecil sering hilang; yang lebih besar kadang menyelinap keluar kamp pengungsian. Harriet Sherwood dari Guardian menghabiskan waktu mencari Musa (15) yang tinggal di kamp sendirian. Dia satu dari lebih 200 anak tanpa orangtua/wali yang terdaftar di kamp pengungsian Za’atari, utara Jordan.
Musa bertutur pada Lembaga Save the Children, bahwa dia sempat bergabung dengan FSA. Dia ditangkap militer dan dipenjara selama 22 hari. “Saya disiksa dan saya melihat anak-anak meninggal di sana. Kaki, dada dan tubuh bagian belakang saya luka. Ada ratusan kami dalam penjara itu. Yang terkecil berusia 10 atau 9 tahun. Mereka ditangkap saat demo. Saya dipukuli tiap hari. Mereka menggunakan setrum listrik juga.” Penyiksanya mencari informasi tentang FSA. “Tapi, saya tidak pernah memberitahu mereka,”ujarnya. Dia menceritakan mayat-mayat dalam selnya. “Mayat itu sudah lama di sana. Sudah busuk. Berulat.”

Hassan, remaja 14 tahun asal Zaynab, dekat Damascus, bersama delapan anggota keluarganya tinggal di rumah keluarga jauh mereka di Mafraq, beberapa pecan setelah melarikan diri dari Siria, dari apa yang dia sebut sebagai, ‘pembunuhan massal di kota kami’. 

Menurut kisah Hassan, helikopter Siria menembakkan roket pada prosesi penguburan jenasah pejuang FSA. “Ada sekitar lima ribu orang di sana. Saya di pinggir lokasi. Pengantar jenasah lumayan ribut, tapi saat roket menghantam, tidak ada suara,” ungkap Hassan. "Mayat di mana-mana. Potongan tubuh. Orang mencari kerabat mereka. Takut karena helikopter masih di atas. Saya melihat kepala tak jauh dari saya. Tangan dan kaki yang terpisah dari tubuh mereka. Darah di mana-mana. Setiap akan tidur, saya selalu dihantui hari itu.”

Paman dan sepupu Hassan juga terbunuh. "Kami mnemukan tubuh mereka di masjid.” Dia menambahkan,"Setiap orang, tua sampai muda membenci Bashar."

Kamp pengungsian Za'atari berjuang mengasuh anak-anak yang lebih dari dua puluh ribu itu. Sebagian mereka tersiksa dengan ingatan terbunuhnya kerabat, teman dan tetangga. Sebagian mendengar suara muntahan senapan dalam kepala mereka. Banyak di antara mereka yang menyaksikan rumah dan kota mereka hancur. Sebagian kecil sempat ditahan dan disiksa. Sebagian masih dengan luka yang masih merah. Hampir semua memiliki goresan psikologis.

"Anak-anak membayar harga paling mahal dari konflik ini. Kami melihat perilaku yang bermasalah, sindrom paska-trauma,”jelas Nadine Haddad dari Save the Children yang meluncurkan kampanye peduli anak wilayah konflik dan derita mereka. 

Siria Terkini

Sampai tulisan ini dibuat, Turki telah masuk kontak militer pekan kedua dengan Siria. Kontak militer ini terjadi karena  Siria menembakkan mortar ke desa Turki di perbatasan, membunuh lima warga Turki. Presiden Turki, Erdogan tidak ingin berperang melawan Siria, tapi penyerangan Siria pada wilayahnya tidak bisa diterima. Kemarin, Turki menahan pesawat sipil Siria di Ankara, sampai pesawat itu diberikan all clear (tidak memuat senjata). Negara NATO mendukung Turki.

Komunitas internasional mengecam tindakan represif Assad. Barack Obama mengimbau Assad untuk turun dari jabatannya. Sekjen PBB, Ban Ki-Moon mengatakan, kekerasan pada kota Homs ‘tidak bisa diterima kemanusiaan’. 

Liga Arab mencoba menjadi penengah antara rejim Assad dan FSA. Liga Arab meminta penghentian kekerasan dari dua belah pihak. Usaha Liga Arab gagal karena rejim Assad meningkatkan eskalasi militer mereka di depan utusan Liga Arab sehingga angka korban terbunuh bertambah drastic. 

Dewan Keamanan (DK) PBB mengusulkan penyelesain konflik dengan resolusi yang menuntut mundurnya Assad. Resolusi disetujui oleh 13 anggota DK PBB, tapi diveto Cina dan Rusia. Moskow menjadi pendukung utama Siria secara diplomatik dan logistik. Kremlin mengirimkan senjata ke Siria, dengan alas an Siria memerlukannya untuk mengamankan negaranya. 

Akses media internasional sangat terbatas di Siria. Sambungan internet minim. Wartawan local terjepit di antara dua kekuatan yang memaksakan pemuatan narasi mereka . Belasan wartawan meninggal dalam konflik Siria. 

“Sepanjang Bashar Assad masih berkuasa, masa depan Siria akan penuh darah,” prediksi mantan diplomat Amerika, Dennis Ross pada Reuters. Korban terbanyaknya adalah anak.
(Maimon Herawati: Sumber Huffington Post, Al Jazeera, Guardian, Reuters)


Tidak ada komentar: